-->

Wajah Pas-Pasan, Dapat Istri Cantik. Ini Tipsnya.

Advertisemen
Wajah Pas-Pasan dapat Istri Cantik. Sudah menjadi naluri lelaki untuk mendapatkan pendamping hidup seorang wanita yang baik-baik. Bahkan seorang bajing pun jika ditanya kriteria wanita idamannya, kurang lebih akan mengatakan wanita yang sholehah dan baik hati. Demikian pula dengan lelaki yang memiliki keterbatasan fisik ketika ditanya mengenai istri idamannya, mereka akan berujar seorang wanita yang lebih sempurna dari dirinya.
Pengantar di atas adalah harapan dari setiap lelaki normal. Lantas bagaimana jika kita berada di posisi di atas? Ketika kita adalah pribadi yang kurang baik atau memiliki keterbatasan fisik atau bahkan kita bukanlah seorang yang rupawan, mungkinkah kita mendapatkan seorang perempuan yang baik hati atau berparas cantik sebagai pendamping hidup. Coba kita simak kisah berikut, semoga memberikan beberapa tips untuk mengembalikan kepercayaan diri kita.
Pada zaman Rasulullah tersebutlah Julaibib. Julaibib adalah seorang pemuda yang memiliki fisik sebegaimana namanya pendek dan kerdil. Julaibib adalah nama yang tidak biasa dan bisa dikatakan tidak lengkap karena tidak memiliki nasab.Tentu, nama ini bukanlah keinginan julaibib dan bukan pula harapan kedua orang tuanya meski memang tidak pernah diketahui siapa orang tua Julaibib. Julaibib lahir tanpa mengetahui siapa ayah ibunya. Demikian pula orang-orang, semua tidak tahu, atau tidak mau tahu tentang nasab Julaibib. Bagi masyarakat Yatsrib, tidak bernasab dan tidak bersuku adalah cacat sosial yang sangat besar di masa itu. 
Dalam kesehariannya, Julaibib menjadi orang yang terasing di tengah ramainya kota Yatsrib. Wajahnya yang kurang rupawan dan terkesan sangar, pendek, hitam, dan fakir menjadi alasan bagi orang sekitar untuk menjauhinya. Kakinya pecah-pecah tak beralas kaki, tiada gubuk untuk sekadar berteduh, dan tidur hanya beralaskan pasir dan kerikil serta hanya berbantalkan tangan.Bahkan Abu Barzah, pemimpin Bani Aslam, sampai-sampai berkata tentang Julaibib, “Jangan pernah biarkan Julaibib masuk diantara kalian! Demi Allah jika dia berani begitu, aku akan melakukan hal yang mengerikan padanya!” demikianlah keadaan Julaibib pada saat itu.
Namun perlu dipahami bahwa, rahmat Allah jauh lebih luas dibandingkan dengan penderitaan dan kepayahan yang dialami oleh hamba-Nya. Julaibib yang merasa tersisih di kehidupan sosial tidak ingin terpinggirkan di kehidupan agamanya. Dalam agamalah semua manusia dipandang sama baik fisik maupun keadaan sosial. Hanyaa kepatuhan dan ketakwaan yang menjadi pembedanya. Julaibib menerima hidayah, dan dia selalu berada di shaf terdepan dalam shalat maupun jihad. Meski hampir semua orang menganggapnya angin lalu, Rasulullah SAW malah memperlakukan Julaibib layaknya sahabat yang lain.
Suatu hari sang Nabi SAW bertanya dengan penuh kelembutan kepada Julaibib yang tinggal di shuffah Masjid Nabawi. “Julaibib!”, begitu lembut beliau memanggil, “Tidakkah engkau menikah?”
“Siapakah gerangan Ya Rasulallah Shollallahu ‘alaihi wasallam yang mau menikahkan putrinya dengan diriku ini?” Julaibib menjawab dengan tetap tersenyum tipis. Tidak ada kesan menyesali diri atau menyalahkan takdir Allah pada kata-kata maupun raut mukanya. 
Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wasallam juga tersenyum. Mungkin memang tidak ada orang tua yang berkenan pada Julaibib. 
Keesokan harinya, Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wasallam menanyakan hal yang sama. “Julaibib, tidakkah engkau menikah?”. Dan Julaibib menjawab dengan jawaban yang sama. Begitu, begitu, begitu. Tiga kali. Tiga hari berturut-turut Nabi menanyakan pertanyaan yang sama dan selalu dijawab dengan jawaban serupa pula selama tiga hari itu.
Dan di hari ketiga itulah, Sang Nabi menggaet lengan Julaibib dan membawanya ke salah satu rumah seorang pemimpin Anshar.Sesampai Rasulullah di rumah yang dimaksud, Rasulullah langsung berkata:
“Aku ingin menikahkan putri kalian.”, kata Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wasallam pada si empunya rumah.
“Betapa indahnya dan betapa barakahnya” begitu si wali menjawab berseri-seri, mengira bahwa sang Nabi lah calon menantunya.
“Ooh.. Ya Rasulallah Shollallahu ‘alaihi wasallam, ini sungguh akan menjadi cahaya yang menyingkirkan temaram di rumah kami.” Lanjut sang empunya rumah.
“Tetapi bukan untukku”, kata Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wasallam, “ku pinang putri kalian untuk Julaibib” Rasulullah menjelaskan.
“Julaibib?”, nyaris terpekik ayah sang gadis mendengar perkataan Rasulullah.
“Ya. Untuk Julaibib.” Rasulullah menekankan.
“Ya Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wasallam”, terdengar helaan nafas berat dari sang Ayah. “Saya harus meminta pertimbangan istri saya tentang hal ini” Pinta sang ayah kepada Rasulullah.
“Dengan Julaibib?”, istrinya berseru, “Bagaimana bisa? Julaibib berwajah lecak, tidak bernasab, tidak berkabilah, tidak berpangkat, dan tidak berharta. Demi Allah tidak. Tidak akan pernah putri kita menikah dengan Julaibib” Kata sang ibu menimpali pertanyaan si ayah.
Perdebatan itu tidak berlangsung lama, seketika sang putri dari balik tirai berkata anggun, “Siapa yang meminta?” Tanya sang gadis kepada kedua orang tuanya.
Sang ayah dan sang ibu menjelaskan bahwa yang akan dia nikahi adalah si Julaibib yang terkenal dengan segala kekurangannya.
Dengan sigap si gadis berkata:
“Apakah kalian hendak menolak permintaan Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wasallam? Demi Allah, kirim aku padanya. Dan demi Allah, karena Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wasallam yang meminta, maka tiada akan dia membawa kehancuran dan kerugian bagiku”. Sang gadis yang shalehah lalu membaca ayat ini :
“Dan tidaklah patut bagi lelaki beriman dan perempuan beriman, apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan lain tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan RasulNya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata” (QS. Al Ahzab : 36).
Mendengar jawaban sang gadis, Rasulullah pun tertunduk berdoa untuk sang gadis shalihah ini, “Ya Allah, limpahkanlah kebaikan atasnya, dalam kelimpahan yang penuh barakah. Jangan Kau jadikan hidupnya payah dan bermasalah..”
Do'a yang indah ini keluar dari mulut Rasulullah untuk sang gadis.

Pelajaran dari Kisah Julaibib:
Tidak sepantasnya sebagai orang yang mengaku beragama dan kita selalu meratapi diri dan terkadang menyalahkan takdir. Sebaiknya kita pasrah dan taat pada Allah dan RasulNya. Tidak mudah menjadi Julaibib. Hidup dalam pilihan-pilihan yang sangat terbatas dan sulit. 
Memang pasti, ada batas-batas manusiawi yang terlalu tinggi untuk kita lampaui. Tapi jika kita telah taat kepada Allah, segala kemungkinan bisa terjadi meski peluangnya sangat kecil. Ia Maha Tahu batas-batas kemampuan diri kita. Ia tidakkan membebani kita melebihi yang kita sanggup memikulnya.
Urusan kita sebagai hamba cukuplah taat kepada Allah. Hindarkan segala prasangka buruk terhadap-Nya. Jika kita bertakwa padaNya, Allah akan bukakan jalan keluar dari masalah-masalah yang di luar kuasa kita.
Maka benarlah doa sang Nabi. Maka Allah karuniakan jalan keluar baginya. Maka kebersamaan di dunia itu tidak ditakdirkan terlalu lama. Meski di dunia sang istri shalehah dan bertaqwa, tapi bidadari telah terlampau lama merindukannya. Julaibib telah dirindukan langit mesti tercibir di bumi. Ia lebih pantas menghuni surga daripada dunia yang bersikap tidak terlalu bersahabat padanya. Hanya berselang beberapa hari setelah pinangan itu, Julaibib pun syahid di medan pertempuran. Saat syahid, Sang Nabi begitu kehilangan. Tapi ia akan mengajarkan sesuatu kepada para sahabatnya. Maka ia bertanya diakhir pertempuran. “Apakah kalian kehilangan seseorang?”
“Tidak Ya Rasulallah Shollallahu ‘alaihi wasallam!”, Jawab sahabat dengan serentak. Sepertinya Julaibib memang tidak pernah dianggap ada dan kematiannya di medan perang bukanlah kehilangan bagi mereka.
“Apakah kalian kehilangan seseorang?”, Sang Nabi bertanya lagi. Kali ini wajahnya merah bersemu.
“Tidak Ya Rasulallah Shollallahu ‘alaihi wasallam!”. Kali ini sebagian menjawab dengan was-was dan tidak seyakin tadi. Beberapa menengok ke kanan dan ke kiri.
Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wasallam menghela nafasnya sambil berujar dengan terisak. “Tetapi aku kehilangan Julaibib”, kata beliau.
Para sahabat tersadar,“Carilah Julaibib!”
Maka ditemukanlah dia, Julaibib yang mulia. Terbunuh dengan luka-luka, semua dari arah muka. Di sekitarnya tergolek tujuh jasad musuh yang telah ia bunuh. Sang Rasul, dengan tangannya sendiri mengafani Sang Syahid. Beliau Shollallahu ‘alaihi wasallam menshalatkannya secara pribadi. Dan kalimat hari berbangkit. “Ya Allah, dia adalah bagian dari diriku dan aku adalah bagian dari dirinya.”
Akhirnya, buah ketaatan adalah puncak cinta yang paling tinggi. Melampaui batas cinta dan benci. Dan akan bermuara kepada cinta-Nya yang tiada batas.
Demikianlah sepenggal kisah dari Sahabat Rasulullah. Semoga bisa menambah keyakinan kita akan kuasa Allah sehingga bisa memantapkan kita dalam beragama.
Advertisemen